-->

Selasa, 19 Juli 2016

Cara Menilai Tes Kraepelin Dan Sejarahnya!

Tes Kraepelin diciptakan oleh Emil Kraepelin, seorang Psikiater dari Jerman pada akhir abad ke-19. Pada awalnya tes ini dimaksudkan untuk mengetahui kepribadian seseorang dengan kecenderungan klinis, diantaranya untuk mengukur ingatan, dan hal-hal yang berhubungan dengan kelelahan distraksi. Kemudian dalam perkembangannya alat tes ini dipergunakan untuk mengukur bakat, dengan cara mengubah tekanan pada proses skoring dan interpretasi lebih obyektif dan bukan penekanan pada interpretasi proyektif. Tes Kraepelin dipergunakan sebagai Tes Bakat, Tes Sikap Kerja, dan Tes Kepribadian untuk menentukan tipe performance seseorang. Dari hasil perhitungan obyektif, dapat diinterpretasikan empat (4) faktor bakat, yaitu: kecepatan, ketelitian, keajegan dan ketahanan.

Menurut Anne Anastasi, Tes Kraepelin merupakan Speed Test. Ciri utama dari speed test adalah tidak adanya waktu yang cukup bagi testi untuk menyelesaikan semua soal. Jadi pada Tes Kraepelin ini, testi memang tidak diharapkan untuk menyelesaikan sepenuhnya semua jalur. Yang dilihat disini adalah bagaimana kecepatan kerja testi dalam menyelesaikan setiap lajur. Kemudian aspek psikologis yang ikut berpengaruh dalam penyelesaian Tes Kraepelin ini bermacam-macam, diantaranya persepsi-visual, koordinasi sensori-motorik, pushing power, ketahanan, learning effect.

Tes Kraepelin terdiri dari 45 lajur angka 0 sampai dengan 9 yang tersusun secara acak, sebanyak 60 angka secara vertikal pada tiap-tiap lajur. Tugas testi adalah menjumlahkan 2 buah angka, mulai dari angka paling bawah pada tiap-tiap lajur, dalam batas waktu tertentu yang singkat. Sebagai tes kepribadian, Tes Kraepelin digunakan untuk menentukan tipe performance seseorang, misalnya:

  1. Hasil penjumlahan angka yang sangat rendah, dapat mengindikasikan gejala retardasi mental.
  2. Terlalu banyak salah hitung, dapat mengindikasikan adanya distraksi mental.
  3. Penurunan grafik secara tajam, dapat mengindikasikan adanya epilepsy atau hilang ingatan sewaktu tes.
  4. Rentang ritme/ grafik (antara puncak tertinggi dan puncak terendah), dapat mengindikasikan adanya gangguan emosional.

Menurut Guilford (1959), penjumlahan item yang berupa angka berupa satuan ini, bila ditinjau dari fungsi mental, tergolong convergent thingking. Namun jika dilihat dari isi itemnya tergolong numerical facility, yakni kecakapan menggunakan angka dengan cepat dan teliti. Menurut Freeman (1962), hasil tes ini sangat dipengaruhi oleh faktor sensory perception dan motor response. Menurut Thurstone, item-item dalam Tes Kraepelin mengandung salah satu kemampuan mental primer yaitu faktor number, dimana di dalamnya tercakup kemampuan menghitung simple arithmetic secara tepat dan teliti.

Previous
Next Post »